Sabtu, 27 Oktober 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat dari suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Kata Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti manusia, dan logos yang berarti ilmu. Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Teknologi pada decade 1990-an mengalami kemajuan yang begitu pesat, yang menyebabkan dunia seolah-olah menjadi sempit. Batas-batas wilayah antar  Negara yang selama ini dianggap sebagai pemisah sepertinya sekarang tidak ada lagi.
Perilaku lingkungan akibat dari adanya perubahan global mempengaruhi perubahan cara pandang, cara berpikir dan cara bertindak manusia. Begitu kuatnya pengaruh lingkungan setempat menyebabkan fenomena perilaku global seolah hanya bersifat artificial, artinya dibalik fenomena perilaku global tersebut sebenarnya masing-masing kelompok masyarakat sesungguhnya tatap mempunyai karakter yang membedakan antar kelompok masyarakat.
Memahami dan menjalankan budaya dengan perspektif macro (antropologi) menjadi teramat penting karena pada dasarnya budaya merupakan domain dari bidang studi anthropologi sebagaimana dikemukakan oleh Robert Layton:
“Anthropologi adalah studi tentang manusia sedangkan social juga bisa dikatakan sebagai terjemahan budaya yang memberi makna terhadap kebiasaan eksotik dari sekelompok masyarakat yang kurang di kenal”.
            Setelah memahami berbagai pengartian budaya dalam perspektif antropologi dan memahami konsep budaya nasional seperti telah diuraikan pada bab sebelumnya. Dari penjelasan Bab 3 tentang pengertia masyarakat bias disimpulkan bahwa organisasi memiliki karakteristik sebuah masyarakat. Oleh karenanya organisasi pada dasarnya bias disebut sebgai masyarakat meski lingkup sebuah organisasi terkadang sangat kecil. Namun buka berarti sebuah organisasi berskala kecil, sebaliknya dalam era modern seperti sekarang ini skala sebuah organisasi bahkan bisa melebihi lingkup sebuah Negara.
            Pemahaman tentang organisasi sebagai hasil kebudayaan dan di saat yang sama organisasi dianggap memiliki budaya menyebabkan kajian terhadap organisasi tidak lagi bersifat linier. Hal ini bisa diartikan bahwa organisasi tidak serta merta bebas nilai dan semua orang yang terdapat di dalamnya bersifat rasional. Namun sebaliknya organisasi  merupakan hasil kreasi manusia yang sarat dengan nilai sehinnga hitam putihnya organsasi sangat bergantung pada bagaimana orang-orang yang telibat denag organisasi menginterpretasikan dan memaknainya.
            Perubahan cara pandang ini mulai terjadi sejak akhir tahun 1920-an setelah para antropolog terlibat dalam penelitian-penelitian organisasi. Keterlibatan para antropolog dalam studi organisasi membawa konsekuensi tersendiri yakni para antropolog buka sekedar terlibat dalam studi organisasi tetapi juga membawa serta teori dan konsep yang biasa mereka gunakan pada studi antropologi budaya kedalam bidang studi organisasi. Dari sinilah para teoritis organisasi mulai mengadopsi dan mengadaptasi teori-teori antropologi budya sebagai cara untuk memahami arganisasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Budaya dari Antropologi ke Organisasi.
            Pemahaman tentang organisasi sebagai hasil kebudayaan dan di saat yang sama organisasi dianggap memiliki budaya menyebabkan kajian terhadap organisasi tidak lagi bersifat linier. Hal ini bisa diartikan bahwa organisasi tidak serta merta bebas menilai dan semua orang yang terlibat didalamnya bersifat rasional. Namun sebaliknya organisasi merupakan hasil kreasi manusia yang sarat dengan nilai sehingga hitam putihnya organisasi sangat bergantung pada bagaimana orang-orang yang terlinat dengan organisasi menginterpretasikan dan memaknainya.
1.      Perkembangan Kajian Budaya Dalam Bidang Studi Organisasi.
            Antropologi sebenarnya sudah ada sejak abad XIX, namun demikian fokusnya masih ditujukan pada masyarakat daerah terpencil yang jauh dari dunia gemerlap bisnis dan politik.
-         Periode tahun 1920-an.
            Henry R. Towne: “Dalam mengelola perusahaan seorang insinyur juga harus mengerti aspek-aspek ekonomi. Tugas dan tanggung jawab manajer adalah membuat desain yang cocok untuk kepentingan produksi dan organisasi, mengubah system yang tidak berjalan secara efektif, memilih orang yang tepat dan mengawasi bawahan serta memastikan semua berjalan sesuai tujuan.


-         Periode tahun 1950-an dan 1960-an.
            Organisasi tidak lagi dipandang closed system seperti pada pendekatan human relation approach tetapi dipandang juga sebagai hasil kebudayaan dan sekaligus memiliki budaya.
2.      Pemindahan Konsep Budaya Kedalam Disiplin Organisasi.
            Nancy Morey dan Fred Luthans mengatakan bahwa proeses pemindahan konsep dari konsep budaya ke konsep organisasi melalui empat tahap:
  1. Trasposition stage, merupakan tahap pemindahan konsep lama kedalam konsep baru organisasi, dengan demikian cara pandangan baru.
  2. Interpretation stage, konsep baru digunakan untuk menginterpretasikan kejadian-kejadian yang ada di organisasi.
  3. Correction stage, merupakan kegiatan koreksi, adjustment atau modifikasi agar konsep baru benar-benar operasional.
  4. Spelling-out stage, secara eksplisit menegaskan konsep lama setelah melalui modifikasi cocok dilakukan bahkan menghasilkan konsep baru.
  5. Budaya dalam Perspektif Organisasi.
Keterlibatan antropolog dalam bidang studi organisasi menyebabkan perubahan cara pandang dalam cara memahami organisasi. Organisasi tidak semat-mata dipandang sebagai alat bantu tetapi juga sebagai masyarakat dengan segala atribut-atributnya. Perbedaan cara pandang ini setelah para antropolog membawa serta cara-cara atau metode yang biasa digunakan untuk meneliti budaya dalam perspektif macro ke dalam penelitian organisasi.
Budaya dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan bak dua sisi mata uang. Selama ada masyarakat pasti ada budaya, demikian juga sebaliknya. F.Lando Jonaco: “Sekumpulan orang tidak bisa disebut sebagai masyarakat apabila tidak mempunyai budaya, sebaliknya budaya tidak pernah ada jika tidak ada masyarakat”.
Ada 3 wujud atau dimensi budaya dalam organisasi, (1). Artefak, sesuatu yang kelihatan yang dihasilkan oleh orang-orang perusahaan (2). Sistem perilaku, hubungan antar personal dan lingkungan sekitar (3). Sistem nilai, ini menyangkut norma, kepercayaan-kerpercayaan, nilai sejarah perusahaan, etos kerja, misi, tujuan, strategi, “roh” atau spirit perusahaan, sistem inilah yang disebut dengan inti budaya. Kesemua wujud atau dimensi ini membentuk secara holistik sebuah perusahaan, yang menjadi cermin perusahaan.
Dimensi ketiga yakni sistem nilai merupakan hal yang tidak nampak namun mengendalikan perilaku manusia, karena tidak nampak sehingga sulit sekali untuk dirubah. Jhon P. Kotter penulis buku Leading Change yang sangat digemari para perusahaan global mengatakan, sistem nilai atau sistem budaya adalah nilai-nilai yang diyakini bersama berakar dalam di dalam sistem kebudayaan keseluruhan, perubahan kultur merupakan bagian yang tersulit tidak semudah yang dibayangkan. Namun transformasi perusahaan menuju perubahan budaya harus dilakukan untuk berubah menjadi perusahaan yang kuat yang mampu beradaptasi dengan lingkungan yang berubah cepat. Karena sulitnya merubah budaya, perubahan budaya menjadi tujuan akhir, yang sebelumnya kita harus melewati tahap-tahap transformasi besar dalam proses belajar sebagai prinsip budaya yang digerakkan para pemimpin sebagai motor perubahan.
Demikianlah membangun budaya organisasi atau pelakukan perubahan budaya organisasi adalah pilihan wajib bagi perusahaan untuk dapat berhasil menggapai segala tujuannya. Tekanan globalisasi, deregulasi berbagai bidang, perubahan teknologi yang pesat, persaingan pasar yang ketat telah memaksa semua pemimpin perusahaan dimanapun untuk memimpin organisasinya dalam perubahan budaya. Hampir semua perusahaan global yang popular dewasa ini memiliki budaya perusahaan yang sangat kuat.
3.      Budaya dan Antropologi Budaya
            Dalam upayanya untuk memahami aspek kehidupan manusia, pada awalnya ilmu social dan antropologi memiliki orientasi yang sama. Keduanya berupaya untuk memahami manusia melalui penerapan teknik-teknik ilmu pengetahuan.Upaya untuk membedakan kedua disiplin ilmu tersebut dilakukan melalui kesepakatan yang menegaskan bahwa sosiologi lebih menekankan pada studi tentang fenomena yang berkaitan dengan seluruh kehidupan manusia dalam kedudukannya sebagai masyarakat dan antropologi berorientasi pada stdi tentang asal mula dan perkembangan budaya manusia.
            Budaya pada dasarnya adalah mempelajari  tentang manusia bukan sebagai individu namun sebagai kelompok atau lebih tepatnya budaya selalu terkait dengan kehidupan social tempat tinggal mereka. Hak kepemilihan budaya tidak terdapat pada individu namun pada kelompok.
Antropologi memandang dunia bisnis sebagai sebuah perubahan budaya secara terencana untuk kepentingan bisnis atau perusahaan. Faktor penting keberhasilan sebuah bisnis atau perusahaan adalah keberhasilan kita dalam mengelola budaya perusahaan baik, budaya pemimpin, staf, karyawan, kelengakapan perusahaan, konsumen dan semua yang terkait dengan perusahaan. Makna budaya disini tidak sekadar dipahami sebagai tradisi atau kebiasaan perusahaan tetapi menyangkut keseluruhan kelengkapan dan sistem organisasi sifatnya holistik/komprehensif. Ia bukanlah satu dari aspek perusahaan, tetapi budaya justru cerminan dari perusahaan itu sendiri sebab perusahan dipandang antropologi sebagai suatu komunitas budaya yang memiliki perilaku dalam wujud-wujud kebudayaan, merubah budayanya berarti merubah perusahan secara keseluruhan.
Perbincangan soal budaya perusahaan telah menjadi perbincangan yang sangat menarik dan paling penting dalam era sekarang ini. Bukan sekadar mendalaminya tetapi dalam rangka mengadakan perubahan berkesinambungan, menjadikan keunggulan bersaing dan kemampuan bertahan dalam lingkungan yang senantiasa berubah-ubah. Jikalau perusahan tidak ditangani budayanya maka perusahaan tersebut dipastikan dapat mengalami goncangan yang akhirnya bisa mematikan perusahaan tersebut. Budaya perusahaan menjadi elemen kunci dari perubahan yang akan memberi pengaruh kuat bagi sstem kerja organisasi. Budaya sebuah organisasi terbentuk akibat adaptasi dan survival terhadap lingkungan baik internal dan eksternal. Budaya adalah jalan keluar bagi kelompok menghadapi segala persoalan eksternal dan internalnya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat dari suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
            Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat dari suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.


            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar