BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari tentang budaya masyarakat dari suatu etnis tertentu.
Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang
melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang
dikenal di Eropa.
Kata
Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti manusia, dan logos
yang berarti ilmu. Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia sebagai
makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Teknologi pada decade 1990-an mengalami kemajuan yang begitu
pesat, yang menyebabkan dunia seolah-olah menjadi sempit. Batas-batas wilayah
antar Negara yang selama ini dianggap sebagai pemisah sepertinya sekarang
tidak ada lagi.
Perilaku lingkungan akibat dari adanya perubahan global
mempengaruhi perubahan cara pandang, cara berpikir dan cara bertindak manusia.
Begitu kuatnya pengaruh lingkungan setempat menyebabkan fenomena perilaku
global seolah hanya bersifat artificial, artinya dibalik fenomena perilaku
global tersebut sebenarnya masing-masing kelompok masyarakat sesungguhnya tatap
mempunyai karakter yang membedakan antar kelompok masyarakat.
Memahami dan menjalankan budaya dengan perspektif macro
(antropologi) menjadi teramat penting karena pada dasarnya budaya merupakan
domain dari bidang studi anthropologi sebagaimana dikemukakan oleh Robert
Layton:
“Anthropologi
adalah studi tentang manusia sedangkan social juga bisa dikatakan sebagai
terjemahan budaya yang memberi makna terhadap kebiasaan eksotik dari sekelompok
masyarakat yang kurang di kenal”.
Setelah memahami berbagai pengartian budaya dalam
perspektif antropologi dan memahami konsep budaya nasional seperti telah
diuraikan pada bab sebelumnya. Dari penjelasan Bab 3 tentang pengertia
masyarakat bias disimpulkan bahwa organisasi memiliki karakteristik sebuah
masyarakat. Oleh karenanya organisasi pada dasarnya bias disebut sebgai
masyarakat meski lingkup sebuah organisasi terkadang sangat kecil. Namun buka
berarti sebuah organisasi berskala kecil, sebaliknya dalam era modern seperti
sekarang ini skala sebuah organisasi bahkan bisa melebihi lingkup sebuah
Negara.
Pemahaman tentang organisasi sebagai hasil kebudayaan dan
di saat yang sama organisasi dianggap memiliki budaya menyebabkan kajian
terhadap organisasi tidak lagi bersifat linier. Hal ini bisa diartikan bahwa
organisasi tidak serta merta bebas nilai dan semua orang yang terdapat di dalamnya
bersifat rasional. Namun sebaliknya organisasi
merupakan hasil kreasi manusia yang sarat dengan nilai sehinnga hitam
putihnya organsasi sangat bergantung pada bagaimana orang-orang yang telibat
denag organisasi menginterpretasikan dan memaknainya.
Perubahan cara pandang ini mulai terjadi sejak akhir
tahun 1920-an setelah para antropolog terlibat dalam penelitian-penelitian
organisasi. Keterlibatan para antropolog dalam studi organisasi membawa
konsekuensi tersendiri yakni para antropolog buka sekedar terlibat dalam studi
organisasi tetapi juga membawa serta teori dan konsep yang biasa mereka gunakan
pada studi antropologi budaya kedalam bidang studi organisasi. Dari sinilah
para teoritis organisasi mulai mengadopsi dan mengadaptasi teori-teori antropologi
budya sebagai cara untuk memahami arganisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Budaya dari Antropologi ke Organisasi.
Pemahaman
tentang organisasi sebagai hasil kebudayaan dan di saat yang sama organisasi
dianggap memiliki budaya menyebabkan kajian terhadap organisasi tidak lagi
bersifat linier. Hal ini bisa diartikan bahwa organisasi tidak serta merta
bebas menilai dan semua orang yang terlibat didalamnya bersifat rasional. Namun
sebaliknya organisasi merupakan hasil kreasi manusia yang sarat dengan nilai
sehingga hitam putihnya organisasi sangat bergantung pada bagaimana orang-orang
yang terlinat dengan organisasi menginterpretasikan dan memaknainya.
1.
Perkembangan Kajian Budaya Dalam
Bidang Studi Organisasi.
Antropologi
sebenarnya sudah ada sejak abad XIX, namun demikian fokusnya masih ditujukan
pada masyarakat daerah terpencil yang jauh dari dunia gemerlap bisnis dan
politik.
-
Periode tahun 1920-an.
Henry R.
Towne: “Dalam mengelola perusahaan seorang insinyur juga harus mengerti
aspek-aspek ekonomi. Tugas dan tanggung jawab manajer adalah membuat desain
yang cocok untuk kepentingan produksi dan organisasi, mengubah system yang
tidak berjalan secara efektif, memilih orang yang tepat dan mengawasi bawahan
serta memastikan semua berjalan sesuai tujuan.
-
Periode tahun 1950-an dan 1960-an.
Organisasi
tidak lagi dipandang closed system seperti pada pendekatan human relation
approach tetapi dipandang juga sebagai hasil kebudayaan dan sekaligus memiliki
budaya.
2.
Pemindahan Konsep Budaya Kedalam
Disiplin Organisasi.
Nancy Morey
dan Fred Luthans mengatakan bahwa proeses pemindahan konsep dari konsep budaya
ke konsep organisasi melalui empat tahap:
- Trasposition stage, merupakan tahap pemindahan
konsep lama kedalam konsep baru organisasi, dengan demikian cara pandangan
baru.
- Interpretation stage, konsep baru digunakan untuk
menginterpretasikan kejadian-kejadian yang ada di organisasi.
- Correction stage, merupakan kegiatan koreksi,
adjustment atau modifikasi agar konsep baru benar-benar operasional.
- Spelling-out stage, secara eksplisit menegaskan
konsep lama setelah melalui modifikasi cocok dilakukan bahkan menghasilkan
konsep baru.
- Budaya dalam Perspektif
Organisasi.
Keterlibatan antropolog dalam bidang studi organisasi
menyebabkan perubahan cara pandang dalam cara memahami organisasi. Organisasi
tidak semat-mata dipandang sebagai alat bantu tetapi juga sebagai masyarakat
dengan segala atribut-atributnya. Perbedaan cara pandang ini setelah para
antropolog membawa serta cara-cara atau metode yang biasa digunakan untuk
meneliti budaya dalam perspektif macro ke dalam penelitian organisasi.
Budaya dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan bak dua sisi mata uang. Selama ada masyarakat pasti ada budaya,
demikian juga sebaliknya. F.Lando Jonaco: “Sekumpulan orang tidak bisa disebut
sebagai masyarakat apabila tidak mempunyai budaya, sebaliknya budaya tidak
pernah ada jika tidak ada masyarakat”.
Ada 3 wujud atau dimensi budaya dalam organisasi, (1).
Artefak, sesuatu yang kelihatan yang dihasilkan oleh orang-orang perusahaan
(2). Sistem perilaku, hubungan antar personal dan lingkungan sekitar (3).
Sistem nilai, ini menyangkut norma, kepercayaan-kerpercayaan, nilai sejarah
perusahaan, etos kerja, misi, tujuan, strategi, “roh” atau spirit perusahaan,
sistem inilah yang disebut dengan inti budaya. Kesemua wujud atau dimensi ini
membentuk secara holistik sebuah perusahaan, yang menjadi cermin perusahaan.
Dimensi ketiga yakni sistem nilai merupakan hal yang tidak
nampak namun mengendalikan perilaku manusia, karena tidak nampak sehingga sulit
sekali untuk dirubah. Jhon P. Kotter penulis buku Leading Change yang sangat
digemari para perusahaan global mengatakan, sistem nilai atau sistem budaya
adalah nilai-nilai yang diyakini bersama berakar dalam di dalam sistem
kebudayaan keseluruhan, perubahan kultur merupakan bagian yang tersulit tidak
semudah yang dibayangkan. Namun transformasi perusahaan menuju perubahan budaya
harus dilakukan untuk berubah menjadi perusahaan yang kuat yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan yang berubah cepat. Karena sulitnya merubah
budaya, perubahan budaya menjadi tujuan akhir, yang sebelumnya kita harus
melewati tahap-tahap transformasi besar dalam proses belajar sebagai prinsip
budaya yang digerakkan para pemimpin sebagai motor perubahan.
Demikianlah membangun budaya organisasi atau pelakukan
perubahan budaya organisasi adalah pilihan wajib bagi perusahaan untuk dapat
berhasil menggapai segala tujuannya. Tekanan globalisasi, deregulasi berbagai
bidang, perubahan teknologi yang pesat, persaingan pasar yang ketat telah
memaksa semua pemimpin perusahaan dimanapun untuk memimpin organisasinya dalam
perubahan budaya. Hampir semua perusahaan global yang popular dewasa ini
memiliki budaya perusahaan yang sangat kuat.
3.
Budaya
dan Antropologi Budaya
Dalam upayanya untuk memahami aspek kehidupan manusia, pada awalnya ilmu social
dan antropologi memiliki orientasi yang sama. Keduanya berupaya untuk memahami
manusia melalui penerapan teknik-teknik ilmu pengetahuan.Upaya untuk membedakan
kedua disiplin ilmu tersebut dilakukan melalui kesepakatan yang menegaskan
bahwa sosiologi lebih menekankan pada studi tentang fenomena yang berkaitan
dengan seluruh kehidupan manusia dalam kedudukannya sebagai masyarakat dan
antropologi berorientasi pada stdi tentang asal mula dan perkembangan budaya
manusia.
Budaya pada dasarnya adalah mempelajari tentang manusia bukan sebagai
individu namun sebagai kelompok atau lebih tepatnya budaya selalu terkait
dengan kehidupan social tempat tinggal mereka. Hak kepemilihan budaya tidak
terdapat pada individu namun pada kelompok.
Antropologi memandang dunia bisnis sebagai sebuah perubahan
budaya secara terencana untuk kepentingan bisnis atau perusahaan. Faktor
penting keberhasilan sebuah bisnis atau perusahaan adalah keberhasilan kita
dalam mengelola budaya perusahaan baik, budaya pemimpin, staf, karyawan,
kelengakapan perusahaan, konsumen dan semua yang terkait dengan perusahaan.
Makna budaya disini tidak sekadar dipahami sebagai tradisi atau kebiasaan
perusahaan tetapi menyangkut keseluruhan kelengkapan dan sistem organisasi
sifatnya holistik/komprehensif. Ia bukanlah satu dari aspek perusahaan, tetapi
budaya justru cerminan dari perusahaan itu sendiri sebab perusahan dipandang
antropologi sebagai suatu komunitas budaya yang memiliki perilaku dalam
wujud-wujud kebudayaan, merubah budayanya berarti merubah perusahan secara
keseluruhan.
Perbincangan soal budaya perusahaan telah menjadi
perbincangan yang sangat menarik dan paling penting dalam era sekarang ini.
Bukan sekadar mendalaminya tetapi dalam rangka mengadakan perubahan
berkesinambungan, menjadikan keunggulan bersaing dan kemampuan bertahan dalam
lingkungan yang senantiasa berubah-ubah. Jikalau perusahan tidak ditangani
budayanya maka perusahaan tersebut dipastikan dapat mengalami goncangan yang
akhirnya bisa mematikan perusahaan tersebut. Budaya perusahaan menjadi elemen
kunci dari perubahan yang akan memberi pengaruh kuat bagi sstem kerja
organisasi. Budaya sebuah organisasi terbentuk akibat adaptasi dan survival
terhadap lingkungan baik internal dan eksternal. Budaya adalah jalan keluar
bagi kelompok menghadapi segala persoalan eksternal dan internalnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Antropologi adalah salah satu
cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat
dari suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari
ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat,
budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Antropologi adalah salah satu cabang
ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat dari
suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari
ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat,
budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar